News update:

Korupsi Di Pemerintahan Sebagai Dampak Dari Pergeseran Makna Politik

Selasa, 17 Januari 2012




JAKARTA - (MAMASA CYBER NEWS) Seperti kita ketahui, semenjak masa pemerintahan Presiden SBY ini, sudah terlalu banyak praktik-praktik dan kasus-kasus korupsi yang membanjiri negara ini. Jika negara ini diibaratkan seperti sebuah lukisan pemandangan atau foto, maka korupsi ibarat bingkainya, yang selalu mnghiasi lukisan atau foto tersebut. Dari sekian banyak kasus-kasus tersebut, dari dulu hingga saat ini. Tidak sedikit pula kasus yang tidak terselesaikan. Ada juga kasus yang pelakunya masih belum tertangkap, dan bahkan ada yang pelakunya dinyatakan tidak bersalah. Betapa negara ini sangat unik, bahkan aneh. Salah satu kasus yang ada yang bisa kita lihat adalah kasus Bank Century yang kini malah tidak jelas bagaimana dan akan ke mana kasus tersebut akan dibawa.

Yang saat ini jelas terlihat adalah mengenai kasus penyelewengan dana pembangunan Wisma Atlet oleh Nazaruddin yang saat ini sedang hot-hotnya dibahas di media-media. Padahal sudah jelas bahwa sang terdakwa sudah tertangkap dan telah dipulangkan ke Indonesia. Bahkan ia juga pernah membeberkan mengenai pihak-pihak yang jelas-jelas tekait dalam penyelewengan dana tersebut. Tapi sebagaimana kita lihat melalui pemberitaan media, sampai saat ini semua proses pemeriksaan dan proses hukum terhadap semua pihak yang terkait/terlibat nampak belum ada. Pemberitaan media malah mengarah pada berbagai hal yang bahkan menurut saya tidak penting, dan hanya berputar-putar saja tanpa perkembangan.

Ya, mengapa korupsi bisa sampai mengacaukan negara hingga sehebat ini?

Mungkin karena korupsi di semua lembaga di negara ini sudah sangat “kronis”. Tidak hanya pada level setingkat kota atau kabuaten, korupsi bahkan telah sampai pada tingkat kelurahan dan kecamatan. Gawat memang. Tapi itulah realita yang terjadi di negara ini.

Penulis melihat bahwa salah satu faktor terbesar yang memungkinkan terjadinya hal tersebut, yaitu adanya pergeseran pengertian/makna politik yang ada pada pemahaman orang-orang yang menduduki bangku pemerintahan. Politik adalah sesuatu yang bersifat “publik”, yang bertujuan untuk mengatur mengenai apa yang adil dan baik bagi semua anggota masyarakat di dalam lingkup politik tersebut. Politik haruslah suci, bersih dan bebas dari kepentingan-kepentingan priva (pribadi dan kelompok). Politik harus benar-benar ditujukan demi kepentingan masyarakat (umum) dengan penuh keadilan dan rasionalitas. Tiap individu yang berkecimpung di dunia politik, tentunya juga telah berkecimpung di ranah publik, yang artinya bahwa individu tersebut telah masuk dalam sebuah ruang yang benar-benar bisa memisahkan antara mana yang termasuk kepentingan umum (publik) dan mana yang termasuk kepentingan pribadi atau kelompok (privat). Namun bagaimana praktiknya di Indonesia?

Sebagaimana bisa kita lihat, kesucian akan nilai-nilai politik tersebut telah dikotori oleh berbagai kepentingan-kepentingan privat (pribadi dan kelompok) para manusia yang berada di pemerintahan. Politik yang harusnya bersifat “publik”, telah berubah sifat dan fungsinya menjadi “privat” karena pengaruh dan desakan dari kepentingan pihak-pihak tertentu. Akibatnya adalah tidak adanya keadilan yang terealisasi di masyarakat luas. Selain itu, kursi pemerintahan yang seharusya bertugas melayani masyarakat, juga akhirnya bergeser maknanya menjadi “melayani diri sendiri” atau “melayani kelompoknya”.

Namun apakah pergesean makna ini terjadi secara tidak disengaja? Ataukah pergeseran makna akan politik tersebut terjadi karena tuntutan eksternal orang-orang yang berecimpung di penyelenggaraan negara yang sebenarnya malah tidak mengerti akan hal-hal penting dan seharusnya seperti di atas? Menurut penulis, kedua-duanya memungkinkan. Ya, betapa rumitnya permasalahan di negara kita ini. (BV)


Sumber : Gepak
Share this Article on :
 

© Copyright Berita Mamasa 2011 | Design by Mamasa Cyber News | Published by Mamasa Cyber News 2012 | Powered by MCN 2012.